Menurut Wikipedia merantau adalah perginya seseorang dari tempat asal dimana ia ia tumbuh besar ke
wilayah lain untuk menjalani kehidupan atau mencari pengalaman. Banyak faktor yang menye-babkan seseorang merantau, diantara karena
faktor ekonomi, faktor alam, faktor pendidikan, bahkan ada juga karena
faktor tradisi atau budaya. Namun faktor paling dominan yang
menyebabkan kebanyakan orang untuk merantau adalah karena permasalahan
ekonomi. Dalam hal ini merantau dianggap memberikan harapan untuk
kehidupan yang lebih baik di tempat yang dituju.Merantau atau hijrah bisa dilakukan siapa saja dan kapan saja terutama yang sering kita lihat adalah perginya orang orang dari desa atau kampung menuju Jakarta untuk mencari pekerjaan dan penghasilan yang nantinya digunakan untuk meningkatkan taraf hidupnya di kampung atau desa asalnya.
Tradisi merantau atau hijrah juga melekat erat dengan masyarakat Minangkabau. Suku Minangkabau mendiami hampir seluruh wilayah provinsi Sumatera
Barat dengan penduduk-nya yang sudah tersebar ke seluruh wilayah di
Indonesia. Seperti di wilayah lainnya, adat dan tradisi Minangkabau
telah banyak mengalami perubahan karena dianggap tidak dapat memenuhi
tuntutan dan perkembangan zaman. Tetapi ada satu tradisi yang hingga
sekarang tetap dipercaya dan dipegang teguh oleh masyarakat Minangkabau,
yaitu tradisi merantau.
Merantau dalam budaya Minangkabau merupakan keharusan, khususnya
kepada para pemuda jika ia ingin dipandang dewasa dalam masyarakat.
Masyarakat Minang menganggap bahwa laki-laki remaja hingga pemuda yang
belum menikah dan tidak pergi merantau sebagai orang-orang yang penakut
dan tidak bisa hidup mandiri. Dikatakan penakut karena tidak mau atau
tidak berani mencoba kehidupan baru di luar daerah Minang. Sedangkan
tidak bisa hidup mandiri disebabkan karena ketergantungan terhadap
saudara atau sanak keluarga di daerah Minang.
Merantau yang dilakukan orang Minangkabau tentu disebabkan karena
hal-hal ter-tentu. Adapun penyebab tersebut adalah sebagai berikut:
- Faktor Sistem Matrilineal
Merantau dalam tradisi Minangkabau dipercaya timbul karena adanya
sistem mat-rilineal. Sistem ini masih dipertahankan hingga sekarang.
Sistem matrilineal Minangkabau hanya memberikan harta pusaka atau hak
waris kepada pihak perempuan, sedangkan pihak laki-laki hanya memiliki
hak yang kecil. Hal inilah yang menyebabkan kaum pria Minang memilih
untuk merantau. Namun perempuan minang pada masa sekarang juga telah
banyak pergi merantau.
- Faktor Budaya
Pepatah Minang mengatakan “Karatau tumbuah dihulu, babuah babungo alun, marantau bujang dahulu, dirumah baguno alun”.
Pepatah ini menegaskan bahwa anak laki-laki yang masih bujangan atau
belum menikah tidak mempunyai peranan atau posisi dalam adat. Keputusan
dalam keluargapun tidak bisa diputuskan oleh anak tersebut. Hal ini
dikarenakan anak dianggap belum memiliki pengalaman. Oleh sebab itu, si
anak harus mencari pengalaman dengan cara pergi merantau. Para orang tua
sebenarnya menyadari hal ini. Terbukti dengan adanya ajakan dan anjuran
orang tua kepada anak remaja Minangkabau untuk pergi merantau. Bahkan
ada orang tua yang memaksa agar anak remajanya merantau sejauh-jauhnya
dari wilayah Minangkabau sebab ada pandangan bahwa semakin jauh tempat
perantauan, maka pengalaman hidup yang didapatkan juga semakin banyak
sehingga si anak semakin berguna dalam masyarakat ketika ia kembali.
- Faktor Ekonomi
Faktor lainnya adalah karena permasalahan ekonomi. Sebagaimana
diketahui bahwa jumlah penduduk selalu bertambah dan tidak diiringi
dengan penambahan lapangan kerja. Hal tersebut juga terjadi di
Minangkabau. Di Minangkabau, kaum laki-laki akan merasa sangat malu jika
tidak bisa bekerja. Oleh sebab itu, agar tidak di sebut sebagai
pemalas, maka kebanyakan kaum laki-laki yang masih bujangan bekerja
membantu orang tua. Umumnya masyarakat Minangkabau berprofesi sebagai
petani dan/atau pedagang. Hasil dari tani bia-sanya dijual sendiri ke
pasar.
Seiiring meningkatnya kebutuhan, para kaum laki-laki merasa bahwa
mereka hanya menambah beban orang tua. Membantu bekerja di kebun atau di
sawah tidak lagi bisa men-cukupi kebutuhan mereka, apalagi membantu
ekonomi keluarga. Lalu, kaum laki-laki akan berpikir untuk mencari
pekerjaan baru agar tidak terus-terusan bergantung pada orang tua.
awalnya pekerjaan yang dicari biasanya berkisar di daerah tempat
tinggal. Tetapi, karena per-masalahan pertambahan penduduk dan lapangan
pekerjaan, maka merantau merupakan solusi satu-satunya. Dengan merantau,
diyakini bahwa permasalahn ekonomi bisa teratasi.
- Faktor Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam masyarakat Minangkabau, ter-utama pendidikan Agama Islam. Adanya hukum ”adat basandi sara’, sara’ basandi kita-bullah mempertegas
bahwa masyarakat Minang harus menguasai pengetahuan dalam Islam. Namun
keterbatasan tingkat pendidikan yang ada di daerah Minang, memaksa
orang-orang yang ingin menuntut ilmu untuk pergi keluar dari wilayah
Minang.
- Malanjutkan Kesuksesan Para Perantau Sebelumnya
Adanya cerita orang-orang terdahulu yang sukses dalam perantauan
merupakan moti-vasi tersendiri yang mendorong terjadinya tradisi
merantau di dalam masyarakat Minang. Sebut saja misalnya kesuksesan
Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang menjadi imam Masjid Al-Haram. Muncul
kebanggan tersendiri pada setiap masyarakat Minang khususnya pemuda
untuk meneruskan kesuksesan yang pernah di raih pendahulunya tersebut.
Dari uraian diatas, diketahui bahwa konsep merantau bagi masyarakat
Minangkabau berbeda dengan merantau yang dilakukan masyarakat daerah
lainnya. Di daerah lain, faktor utama yang meyebabkan seseorang merantau
adalah karena permasalahan ekonomi. Pada masyarakat Minang, merantau
bukan hanya semata-mata untuk memperoleh kekayaan, atau memperoleh
kehidupan yang lebih baik dibidang ekonomi saja, tetapi yang diutamakan
masyarakat Minang dalam merantau adalah penemuan jati diri, pengalaman
dan nilai-nilai hidup yang tidak didapatkan di daerah asal. Jadi ketika
kembali ke tanah kelahiran, si pe-rantau benar-benar telah siap secara
mental dan sikap untuk hidup bersama masyarakat.
Terlepas dari faktor faktor diatas, merantau membawa manfaat besar dalam membentuk pola pikir wirausaha. Pola ini terbentuk seiring dengan niat dan kegigihan dalam memperjuangkan kehidupan yang lebih menjanjikan. Disamping itu beberapa prinsip pribadi yang ingin bebas menentukan usaha pilihannya tidak terkekang oleh egoisme keluarga, malu kepada tetangga dan teman teman sejawat serta bisa mengukur secara obyektif kemampuannya sendiri di hutan belantara perantauan adalah potensi yang bisa dimanfaatkan untuk membentuk pola pikir wirausaha mandiri.
Sejuta pengalaman akan didapat dengan sendirinya dan dari pengalaman tersebut bisa digunakan untuk menentukan usaha yang pas dengan passion yang dimilikinya. Biasanya dulu passion ini masih berpengaruh tradisi dan etnisnya. Seperti suku Minangkabau dengan usaha rumah makan minangnya. Namun seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, saat ini suku tidak lagi menjadi ciri khas sebuah usaha. banyak rumah makan Padang yang tidak dimiliki oleh orang minang. Yang penting adalah jika ada peluang usaha yang menjanjikan keuntungan disitulah akan muncul usaha baru.
Kesimpulannya, membentuk pola pikir wirausaha dengan cara merantau bisa meningkatkan produktifitas diri, tidak malas, optimis terus dalam menatap masa depan. Buahnya adalah ketika pulang kampung dan bertemu sanak keluarga bisa membawa kebahagiaan tersendiri atas jerih payah yang selama ini dilakukan ditanah rantau.
Demikian artikel kali ini semoga bermanfaat, jadilah perantau yang baik.
Advertisement