Nama Ali Muharam dikancah dunia bisnis
Indonesia mungkin tidak begitu dikenal. Memang ia sendiri belum terlalu
lama dalam menggeluti dunia usaha. Namun jangan salah, untuk masalah
omzet yang ia dapatkan tidak main-main. Dia berhasil meraup 40 juta
rupiah sehari dari bisnis kuliner
yang ia kelola belum lama ini. Lalu apa yang dikerjakan Ali Muharam
sehingga ia bisa menghasilkan omzet yang demikian besar dalam sehari.
Ali Muharam “hanya” menjual makaroni
untuk bisa menghasilkan omzet yang besar tersebut. Bagi seorang Ali
Muharam nampaknya berjualan makanan kecil tidak membuatnya berkecil hati
dan pesimis akan peluangnya ke depan. Namun justru dari sinilah ia
mendapatkan sebuah ide brilian dan terus mengembangkan sayap bisnisnya.
Lantas bagaimana ia bisa mendapatkan sukses dalam waktu yang relatif
singkat dalam mengelola bisnisnya, mari kita simak ulasan berikut.
Ide Kreatif Inspirasi Dari Ibu
Awal mula Ali Muharam adalah
terinspirasi dari makanan yang selalu dibuat oleh Ibu nya di saat
lebaran. Seringnya ia makan makaroni buatan Ibu sendiri membuatnya
tergelitik untuk mencoba membuka bisnis dari makaroni ini. Ketika
merasakan makaroni buatan Ibunya tak sedikit yang ketagihan, Ia sendiri
dan saudara-saudaranya juga sangat menyukai makanan makaroni tersebut.
Dalam menjalankan usaha nya ini,
ternyata juga tidak semudah yang ia bayangkan. Ada saat-saat sulit yang
pernah juga Ia alami. Bahkan tanpa malu-malu Ali Muharam mengakui bahwa
modal awal usaha nya ini berasal dari meminjam dari temannya. Saat itu
ia meminjam kepada temannya sekitar Rp 15 – 20 juta. Pada awal
jualannya sendiri Ali menuturkan respon dari masyarakat sangat unik
sekali.
Ada banyak oang yang sering berhenti di
depan gerainya namun hanya sekedar berfoto dengan latar belakang
gerainya. Mungkin ini disebabkan nama gerai makaroni nya yang terkesan
nyleneh. Ali Muharam memberi nama gerai nya dengan “Makaroni Ngehe”
sebuah nama yang tentu sangat aneh bagi telinga konsumen. Seperti kita
ketahui bahwa ngehe adalah sebuah kata untuk mengungkapkan ketidakpuasan
atau kekesalan terhadap sesuatu.
Ali Muharam memberi nama gerainya dengan
nama tersebut bukan tanpa alasan. Ia mengungkapkan kenapa ia memilih
nama tersebut karena sebagai pelecut semangat agar hidupnya tidak ngehe
lagi seperti dulu. Memang sebelum sukses seperti saat ini, Ali Muharam
sempat terlunta-lunta nasibnya.
Ia pernah bekerja sebagai pemotong sayur
yang bekerja dari jam 7 pagi sampai jam 7 malam dengan bayaran 5 ribu
rupiah. Bahkan ia juga pernah tidur di emper toko, di masjid,
sampai-sampai kesulitan membeli makan dan bertahan hidup dengan memakan
buah jambu milik ibu kosnya.
Perkembangan Bisnis Makaroni
Namun saat ini semua itu telah berubah,
sekarang ia adalah seorang pemuda sukses yang bahkan mempunyai karyawan
sampai sekitar 90 orang. Sampai saat ini bisnis makaroni yang ia kelola
telah memiliki 8 cabang, yang masing-masing cabang nya terdiri dari 14
kru ngehe, sapaan akrab bagi karyawan gerai makaroni nya. Dengan 8
cabang pada 2 tahun pertama bisnisnya, rencana nya pada tahun ke tiga
ini Ali Muharam akan membuka lagi dua cabang sehingga total akan ada
sepuluh cabang.
Untuk omzet yang ia peroleh dari jualan
makaroni ini, tidak main-main. Dari delapan cabang gerai diperkirakan
masing-masing gerai mampu menghasilkan antara Rp 3 – 5 juta perhari jadi
jika asumsi semua gerai menghasilkan angka tersebut, maka per hari
taksiran yang di dapa Ali Muharam berkisar 40 jutaan, sangat luar biasa
untuk ukuran penjualan makanan ringan.
Ada yang unik dari sistem penggajian
yang diterapkan oleh Ali Muharam, lazim dilakukan saat ini dengan
banyaknya karyawan, penggajian akan dilakukan dengan sistem transfer.
Namun itu tidak berlaku bagi Ali Muharam, ia tetap menggunakan cara
konvensional dengan menggaji karyawan dengan cara memberi langsung lewat
amplop.
Menurutnya ada nilai lebih dari cara
itu, yaitu ia bisa langsung bertatap muka dengan karyawannya. Ada canda
tawa di dalamnya, baik antar karyawan atau karyawan dengan bosnya.
Selain itu dalam memanage karyawan nya ia ingin semua karyawan nya
merasa senang dan nyaman dan tak ingin karyawannya terbebani dengan
pekerjaan. Jika karyawan senang, tentu dalam melayani konsumen pun akan
dengan senang pula.
Advertisement