Bisnis fashion memang selalu saja
memunculkan celah di beberapa hal di sepanjang waktunya. Tren pakaian
yang selalu berubah inilah yang menjadikan bisnis fashion ini boleh
dibilang tidak ada matinya. Hal ini yang kemudian juga membuat , Vincent
Phandinata dan Andreas pada tahun 2012 mendirikan bisnis House of Cuff,
sebuah usaha yang menyediakan bisnis pakaian khusus pria jenis french
cuff. Dipilihnya pakaian pria menurut kedua pengusaha ini dikarenakan
fashion pria ini sederhana dan tak sevariatif busana kaum hawa.
Sedangkan dipilihnya jenis french cuff
adalah karena kemeja ini sangat populer di luar negeri namun harganya
mahal. Di sinilah ia melihat peluang sebab di Indonesia banyak bahan
kain berkualitas dengan harga murah. Saat ini bisnis House of Cuff ini
sendiri sudah terbilang sukses dengan mencatatakan omset tak kurang dari
Rp 100 juta/bulan. Lalu seperti apakah bisnis House of Cuff ini
sebenarnya? Berikut ulasanya.
Awal Mula Usaha dan Kendala yang Dihadapi
Vincent Phandinata dan Andreas memulai
usaha House of Cuff ini dengan modal Rp10 juta. Saat pertama kali
menjalankan bisnis ini, Vincent dan Andreas mendapati banyak kendala.
Karena tidak bisa memproduksinya sendiri, maka pada awalnya kedua
pebisnis ini meminta orang lain untuk mengerjakannya. Jadi mereka hanya
menyerahkan desain, bahan dikerjakan orang lain dan setelah kemeja
selesai mereka kemudian menjualnya secara online.
Kendala awal belum selesai, pada awal
usahanya ini Vincent dan Andreas sering mendapati komplain dari pembeli
yang disebabkan jahitan yang kurang rapi dan bahan yang kurang bagus.
Untuk menghadapi permasalahan ini Vincent dan Andreas kemudian
memutuskan untuk mencari bahan sendiri. Dari sini kualitas House of Cuff
pun membaik dan juga berkembang ke cuffllink, dasi, belt, label, penjepit/penahan dasi dan pin.
Harga yang Cukup Terjangkau
Jika kebanyakan fashion jenis french
cuff ini sangat mahal yang mencapai jutaan, maka di tangan Vincent dan
Andreas, produk ini jadi terjangkau harganya yaitu di kisaran Rp150-200
ribu. Untuk model cufflink sendiri Vincent dan Andreas menjualnya
dengan harga Rp79-200 ribu. Harga yang terkangkau ini sendiri disebabkan
bahan kainnya yang 100% lokal yaitu dari Bandung.
Bahan lokal memang menurutnya harganya
lebih murah, maka dari itu Vincent dan Andreas membelinya dari Bandung
dengan banyak supplier.
Strategi Pemasaran House of Cuff
Untuk pemasaran sendiri, Vincent dan Andreas menjual House of Cuff ini dengan sarana online atau jejaring sosial seperti Instagram, Facebook,
website (houseofcuff) dan juga iklan online serta dengan menjalin kerja
sama dengan marketplace seperti Mataharimall.com,
Sogo, Blanja.com serta Lazada. Selain dengan sarana teknologi online,
produk juga dijual secara offline lewat penjualan via toko offline.
Tak hanya itu untuk memperkenalkan
brand secara lebih luas, Vincent dan Andreas setiap bulannya juga sering
mengadakan pameran keliling dengan membuat pop up store dari mal ke
mal. Meski strategi pameran keliling ini membutuhkan dana yang besar
dimana sewa space selama satu minggu bisa menelan Rp 7-8 juta, tapi
dengan adanya pop up store, maka House of Cuff sendiri cepat dikenal
konsumen.
Karena target pasar yang disasar oleh
House of Cuff ini adalah pria usia 20-50 tahun, maka Vincent dan Andreas
sering menggunakan desain yang simpel dan berwarna polos. Meski
demikian bagi Anda yang menyukai adanya motif, maka saat ini House of
Cuff juga tersedia dengan desain motif yang agak necis. Sampai sekarang
ini total jenis produk kemeja yang dibuat Vincent dan Andreas untuk
House of Cuff ini sendiri sudah mencapai 40 model. Sedangkan untuk
jenis cufflink sendiri sudah mencapai ratusan model.
Pencapaian, Harapan dan Kiat Sukses
Kini, House of Cuff memang sudah sukses
dengan mencatatkan omset yang mencapai Rp100 juta per bulannya. Harapan
kedepan bagi founder House of Cuff yaitu Vincent dan Andreas sendiri
adalah membuka toko di Jakarta Selatan dan juga mencapai target omset
Rp300 juta. Dalam bisnisnya ini Vincent dan Andreas pun memberikan kiat
sukses pada para pengusaha yang akan terjun dibidang fashion agar tidak
mudah menyerah saat melakukan trial and error guna menciptakan produk
yang berkualitas.
Advertisement